Selasa, 13 Januari 2009

Perspektif Masalah Sosial

Perspektif Berdasarkan Teori Interaksionisme Simbolik

--> Perspektif Labeling
Perspektif ini termasuk pendekatan yang relatif baru dalam studi masalah sosial. Sesuai dengan teori yang mendasarinya, perspektif ini mempunyai beberapa perbedaan dalam cara memandang masalah sosial dibandingkan dengan perspektif-perspektif lain yang sudah ada sebelumnya. Perspektif lain memandang kemiskinan, kenakalan, kejahatan sebagai masalah sosial dan dalam studinya sepakat untuk mempertanyakan mengapa dan dalam kondisi bagaimana masalah-masalah tersebut dapat terjadi. Dengan demikian, seakan-akan ada kriteria atau ukuran yang baku untuk mengidentifikasi adanya masalah sosial. Sebaliknya perspektif labeling melihat definisi masalah sosial bersifat subjektif. Oleh sebab itu, perspektif ini lebih tertarik untuk mempersoalkan mengapa dan dalam kondisi bagaimana tindakan tertentu atau situasi tertentu didefinisikan sebagai masalah sosial atau penyimpangan (Julian, 1986: 14).
Suatu tindakan atau situasi dianggap sebagai masalah sosial bersifat relatif, tergantung dari interpretasi masyarakat tertentu atau tergantung bagaimana masyarakat memberi makna terhadap situasi tersebut. Sebagai contoh, perilaku homoseksual di dalam masyarakat tertentu dianggap sebagai perilaku menyimpang dan merupakan salah satu bentuk masalah sosial, akan tetapi dalam masyarakat yang lain dianggap sebagai perilaku yang wajar. Permasalahan pokok menurut perspekstif ini bukan bagaimana mereka berbuat atau melakukan tindakan, akan tetapi bagaimana masyarakat bereaksi terhadap tindakan tertentu. Reaksi masyarakat dianggap merupakan hasil interpretasi masyarakat terhadap tindakan atau situasi yang bersangkutan.
Dalam hal ini, masalah sosial adalah suatu kondisi dimana di dalamnya tingkah laku tertentu atau situasi tertentu oleh masyarakat didefinisikan sebagai masalah sosial. Dengan perkataan lain, ada atau tidak adanya masalah sosial tergantung bagaimana masyarakat mendefinisikan atau memberi makna kondisi tersebut. Dari berbagai pemikiran tersebut Parrillo (1987 30) mengemukakan dua bidang kajian pendeatan ini yaitu:
1) Perspektif labeling menggambarkan bagaimana seseorang dinamakan atau diberi label sakit mental, atau bagaimana seorang remaja dikatakan delinquent dan seterusnya
2) Definisi masalah sosial merupakan hasil negosiasi dari suatu proses sampai dengan masyarakat menganggap bahwa telah terjadi masalah sosial.
Dilihat dari perilaku individual, masalah sosial dapat dianggap sebagai adanya perbedaan interpretasi tentang suatu tindakan antara si aktor (pelaku tindakan) dengan masyarakat. Si aktor memberi makna tindakannya sebagai sesuatu yang wajar, masyarakat memberi makna sebagai suatu penyimpangan. Si aktor dapat memberikan interpretasi yang berbeda dengan lingkungan masyarakatnya, disebabkan oleh karena perbedaan referensi atau kerangka pengalaman yang dijadikan referensi dalam menginterpretasikan tindakan tersebut. Untuk diketahui, bahwa karier devian seringkali terbentuk melalui proses sosial yang panjang. Beberapa diantara aktor tindakan deviasi ini pernah terlibat atau berpartisipasi dalam berbagai bentuk masyarakat yang mengalami kekaburan norma dan pranata sosial, atau dalam masyarakat yang norma dan pranata sosialnya goyah.
Dalam proses lebih lanjut, label yang diberikan masyarakat terhadap tindakan seseorang, bagi si aktor dapat pula merupakan rangsangan yang harus diinterpretasikan untuk diberi makna. Interpretasi dan makna yang diberikan terhadap label tersebut seringkali akan dapat merubah interpretasi aktor terhadap tindakan semula. Dengan demikian dapat terjadi, pada akhirnya si aktor mempunyai interpretasi yang sama dengan masyarakatnya; dalam pengertian tindakan yang tadinya dianggap wajar kemudian diinterpretasikan sendiri oleh si aktor sebagai tindakan yang devian, sehingga tindakan tersebut tidak dilakukan. Dari mekanisme inilah terkandang makna bahwa seseorang belajar perilaku sosial melalui interaksinya dengan orang lain dan melalui proses interaksi tersebut seseorang melakukan interpretasi dalam rangka membentuk konsep diri.
Walaupun demikian, tidak berarti bahwa hanya perbedaan interpretasi antara individu dan masyarakat yang dapat menyebabkan masalah sosial. Dalam berbagai realita, dapat pula dilihat bahwa interpretasi yang sama dan saling mendukung antara individu dan masyarakat tentang sesuatu tindakan dan situasi justru dapat mendorong terjadinya masalah sosial. Sebagai suatu ilustrasi dapat diketengahkan masalah lanjut usia. Dalam masyarakat barat, masalah ini cenderung berkaitan dengan masalah etika kerja, dan ukuran harga diri seseorang berkenaan dengan terminologi social utility (Parrillo, 1987: 242).
Lanjut usia cenderung mengalami peningkatan ketergantungan kepada arus eksternal disebabkan oleh semakin melemahnya ego, identitas yang tidak menentu dan kurangnya acuan dalam menjalankan peranan sosialnya. Kondisi tersebut mengakibatkan sebagian diantara mereka menjadi merasa tidak berguna dan tidak terpakai. Mereka menginternalisasikan sikap negatif ini dan mengadopsinya dalam bentuk status sebagai warga yang tidak terpakai. Dalam status dan peranan yang mereka interpretasikan sendiri tersebut, mereka berusaha untuk belajar perilaku dan skill yang dianggap sesuai dengan kedudukannya. Siklus negatif terjadi apabila kaum lanjut usia menjadi semakin peka untuk merasa (semakin perasa). sebagai orang yang tidak berguna, apalagi bila masyarakat dan lingkungan keluarga juga mengintepretasikan demikian.


--> Perspektif Perilaku Sosiopathik
Sebetulnya perspektif ini dapat dikatakan merupakan bagian dari perspektif labeling. Walaupun demikian, karena dianggap mempunyai kedudukan yang cukup menonjol diantara sesama teori dalam perspektif labeling, maka dalam tulisan ini akan dibahas tersendiri. Perspektif perilaku sosiopathik pada awalnya dimaksudkan sebagai antisipasi dari berbagai kelemahan pengukuran perilaku devian oleh perspektif yang dibangun dari teori fungsional struktural. Sebagaimana diketahui, menurut perspektif fungsional struktural, suatu perilaku dikatakan menyimpang diukur dari pranata sosial yang ada.
Pendekatan ini kemudian rnenghadapi kendala, karena dalam masyarakat yang kompleks atau masyarakat yang sedang mengalami proses perubahan sosial yang cepat dapat dijumpai beberapa nilai yang berbeda satu lama lain, bahkan saling bertentangan. Dengan demikian, nilai dan norma sosial sebagai ukuran menjadi sulit untuk diimplementasikan, karena sifatnya relatif dalam waktu dan tempat yang berbeda. Disamping itu juga terkandang masalah di sekitar siapa yang dianggap kompeten untuk melakukan penilaian dan pengukuran. Oleh sebab itu, perilaku devian harus dilihat dan didekati secara relatif pula.
Ada beberapa anggapan dasar yang digunakan oleh perspektif perilaku sosiophatik ini dalam mengembangkan konsep-konsepnya. (Lemert, 1951 : 22).
1) Ada berbagai pola dan ciri khusus dari tingkah laku manusia dan sejumlah deviasi dari ciri-ciri khusus tersebut yang dapat diidentifikasi dan digambarkan pada situasi khusus menurut waktu dan tempat
2) Deviasi tingkah laku itu merupakan fungsi dari konflik kebudayaan yang menampakkan diri melalui organisasi sosial
3) Setiap deviasi akan mendapatkan reaksi masyarakat yang bergerak dari sangat setuju sampai dengan sangat tidak setuju
4) Perilaku sosiopathik adalah deviasi yang menimbulkan akibat reaksi tidak setuju
5) Pribadi yang menyimpang adalah seseorang yang peranan, status, fungsi, dan pemahaman tentang dirinya ditentukan oleh seberapa jauh ia menyimpang, tingkat visibilita sosial, sikap dan penampilannya terhadap reaksi masyarakat dan oleh sifat serta kuatnya reaksi masyarakat
6) Ada pola-pola pembatasan dan kebebasan dalam partisipasi sosial devian, yang berhubungan langsung dengan status, peranan dan pemahaman dirinya
7) Penyimpangan-penyimpangan tersebut diindividuasikan berdasarkan kepekaannya terhadap reaksi masyarakat, oleh karena (a) pribadi bersifat dinamik (b) ada penstrukturan dalam setiap kepribadian yang bekerja sebagai seperangkat pembatas dimana reaksi sosial berpengaruh.
Dari beberapa anggapan dasar tersebut tampak bahwa identifikasi adanya masalah sosial dilihat dari reaksi masyarakat. Dalam hal ini, masyarakat sendiri yang menentukan adanya masalah sosial. Reaksi masyarakat sebetulnya merupakan hasil interpretasi masyarakat sendiri dalam memberikan makna terhadap suatu tindakan atau suatu situasi. Apabila reaksi masyarakat khususnya reaksi penolakan yang muncul, menandakan bahwa masyarakat memberi makna bahwa tindakan atau situasi tersebut merupakan masalah sosial. Dengan demikian, dapat pula dipahami adanya kemungkinan bahwa dalam masyarakat tertentu suatu tindakan dianggap sebagai masalah, sedang dalam masyarakat lain tidak. Hal ini disebabkan oleh karena perbedaan interpretasi yang mengakibatkan pula perbedaan dalam memberikan makna terhadap tindakan tersebut.
Perbedaan interpretasi ini dapat disebabkan oleh perbedaan referensi yang digunakan. Sehubungan dengan hal ini Lemert (1951: 51) mengatakan, bahwa reaksi masyarakat akan ditentukan oleh taraf visibilita sosialnya. Bagaimana masyarakat memberi makna terhadap situasi akan ditentukan oleh bagaimana situasi itu menampakkan diri sesuai interpretasi masyarakat. Oleh sebab itu, harus tampak secara lahiriah oleh anggota-anggota masyarakat, sehingga memungkinkan masyarakat memberikan penilaian berdasar referensinya. Dalam hal ini, memang kemudian muncul masalah konseptual; yaitu apabila tindakan atau situasi itu cukup tersamar atau terselubung.
Dalam kondisi semacam ini barangkali reaksi masyarakat tidak muncul karena taraf visibilita sosial rendah. Rendahnya taraf visibilita sosial bukan karena tindakan atau situasi itu diinterprelasikan bukan sebagai masalah sosial, melainkan karena masyarakat tidak melihat peragaan tindakan tersebut. Dapat terjadi apabila tindakan dan situasi itu dapat dilihat, maka masyarakat akan menginterpretasikannya sebagai masalah sosial. Dari kenyataan ini, maka konsep visibilita sosial sebetulnya mengandang dua aspek yaitu aspek penampakan lahiriah atau penampakan peragaan tindakan maupun situasi tersebut secara fisik (lahiriah), dan aspek penampakan sosial dalam arti bagaimana tindakan dan situasi itu tampak sebagai masalah dilihat dari interpretasi masyarakat.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar